November 21, 2024

 TariuNews.com – Membaca atau melihat pemberitaan terkait kasus Coronavirus baru atau COVID-19, sering kali muncul istilah OTG, ODP, dan PDP.

Mungkin masih banyak orang yang kebingungan dalam membedakan dan mengetahui penanganan yang didapat dari ketiga kriteria tersebut.

Perlu dipahami, kriteria tersebut dibuat untuk mengelompokkan risiko serta penampakan gejala dari orang-orang yang mungkin atau sudah terpapar virus SARS-CoV-2 atau COVID-19.

Pada awalnya, istilah OTG atau Orang Tanpa Gejala belum muncul, istilah yang lebih dulu ada adalah Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Rita Rogayah menjelaskanbahwa ODP dan PDP dibedakan melalui histori kontak fisik dan riwayat perjalanan mereka.

“Yang paling membedakan antara ODP dan PDP adalah kontak fisik dengan penderita corona atau yang bersangkutan memiliki histori perjalanan ke sejumlah negara terjangkit corona,” jelasnya dikutip dari Antara.

Pasien Dalam Pengawasan (PDP)

Pasien Dalam Pengawasan (PDP) akan dikriteriakan sesuai dengan gejala yang nampak termasuk demam, batuk, sesak napas, hingga sakit tenggorokan.

Di sisi lain, apabila hasil observasi yang dilakukan menemukan adanya saluran napas bawah yang terganggu serta terjadi kontak erat dengan penderita positif atau dari yang terjangkit, maka pasien dapat masuk dalam kriteria ini.

Pasien dengan status PDP ini akan dirawat di rumah sakit untuk ditinjau dan dikontrol perkembangan kasusnya.

Orang yang dinyatakan masuk kategori PDP akan menjalani proses observasi melalui proses cek laboratorium yang hasilnya akan dilaporkan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI.

“Kami tidak ada kewenangan menetapkan status yang bersangkutan positif corona atau tidak, itu ada di ranah Kementerian Kesehatan atau Presiden Republik Indonesia,” pungkas Rita.

Orang Dalam Pemantauan (ODP)

Sementara, pasien ODP memiliki gejala yang lebih ringan pada umumnya, seperti batuk, sakit tenggorokan, dan demam.

Akan tetapi, tidak ada kontak erat dengan penderita positif. Pasien dengan status ODP dapat dipulangkan untuk selanjutnya melakukan karantina sendiri selama kurang lebih 14 hari.

Orang Tanpa Gejala (OTG)

Dalam situs Kementerian Kesehatan RI juga kriteria Orang Tanpa Gejala (OTG). Orang Tanpa Gejala merupakan seseorang yang tidak memiliki gejala dan memiliki risiko tertular dari orang terkonfirmasi COVID-19.

Orang yang memiliki riwayat kontak dekat dengan kasus konfirmasi COVID-19 dapat masuk dalam kriteria ini.

Seseorang dapat dikatakan telah melakukan kontak erat apabila ia melakukan kontak fisik. berada dalam ruangan, atau berkunjung, dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

Dengan catatan, kunjungan atau kontak dekat tersebut dilakukan dalam radius 1 meter dengan pasien dalam pengawasan atau terkonfirmasi.

Beberapa yang termasuk kontak erat adalah:

a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai standar.

b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala, dan

c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

Sama seperti pasien ODP atau PDP dengan gejala ringan, pasien yang masuk dalam kriteris OTG diharapkan melakukan karantina diri di rumah untuk penanganannya.

Karantina diri dilakukan selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan kasus positif COVID-19.

Terhadap OTG, dilakukan pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-14 untuk pemeriksaan RT PCR.

Apabila hasil pemeriksaan pertama menunjukkan hasil negatif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan menerapkan PHBS dan physical distancing serta pemeriksaan ulang pada 10 hari berikutnya.

Jika hasil pemeriksaan ulang positif pada tes yang kedua, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, di laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.

Jika hasil tes pertama kali menunjukkan positif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan menerapkan PHBS dan physical distancing.

Pada kelompok ini, juga akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut di laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.

Tirto.id

Editor : Dodi

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: